Arsip Kategori: keuangan

Bangun Ketahanan Ekonomi Keluarga dengan Dinar, tapi Jangan Menimbun…!

Melihat judul ini mungkin Anda bingung, bagaimana kita menggunakan Dinar dan bahkan juga menyimpannya tetapi tidak menimbunnya ?. Bagaimana caranya ?, apa batasannya ? dlsb. Penjelasannya adalah sebagai berikut :

Mengenai tanggung jawab kita terhadap harta sudah saya tulis di artikel lain yaitu “Harta Kita, Aset atau Liability ( di Akhirat)”. Intinya adalah menjadi kewajiban kita untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga, mengantisipasi kebutuhan dharurat dan, meninggalkan keturunan yang kuat.

Bahkan Al-Qur’an mengajarkan bagaimana kita mengantisipasi kebutuhan dharurat tersebut melalui surat Yusuf 47-48 berikut :

“Dia (Yusuf) berkata:’Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali sedikit yang kamu makan. Kemudian setelah itu akan datang tujuh tahun yang sangat sulit yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit). kecuali sedikit dari apa (bibit gandum) yang kamu simpan”.

Ayat diatas adalah ayat yang menjadi dasar sekaligus menjadi metode (minhaj) bagaimana seorang muslim mempersiapkan diri menghadapi masa sulit. Apa bentuk masa sulit umat jaman sekarang ?. Secara luas masa sulit ini bagi kita yang hidup di zaman ini bisa berupa krisis moneter seperti yang kita alami puncaknya tahun 1997-1998. masa banyak musibah kekeringan, gempa bumi, banjir – semuanya menjadi trigger masa sulit bagi umat.

Kemudian secara individu masa sulit ini bisa berarti kehilangan pekerjaan/penghasilan, pensiun, sakit, ditinggal mati kepala keluarga dlsb.

Lantas bagaimana mengatasinya ? Simpan sebagian penghasilan di ‘tangkainya’. Maksud menyimpan gandum ditangkainya adalah agar tidak cepat busuk atau menurun kwalitas dan nilainya, agar tetap bisa menjadi bibit yang bisa ditanam kembali kapan saja.

Harta dan penghasilan umat jaman sekarang mayoritas tentu bukan gandum, melainkan mayoritas berupa uang. Nah bagaimana mempertahankan uang agar tidak mengalami pembusukan nilainya dari waktu-ke waktu ? Jawabannya sederhana – itulah mengapa uang dalam Islam harus sesuatu yang memiliki nilai yang riil (nilai intrinsik) seperti emas, perak, gandum, kurma dst. Dari komoditi riil tersebut untuk saat ini tentu emas yang berupa Dinar paling praktis penyimpanannya. Emas batangan juga aman, namun tidak terlalu likuid dan tidak memiliki fleksibilitas dalam penjumlahan maupun pembagian. Misalnya Anda punya 100 gram emas. Anda hendak butuhkan 10 gram untuk kebutuhan bulan ini – tidak mudah bukan untuk memecahnya ?. Lain halnya dengan Dinar, Anda punya 100 Dinar, hendak di konsumsi 10 Dinar – tinggal dilepas yang 10 Dinar dan dipertahankan yang 90 Dinar.

Menyimpan Dinar hanya perlu secukupnya – setiap kita diilhami untuk bisa mengetahui kecukupan kita masing-masing ( tanya hati kecil kita – pasti kita tahu), kita diberi ilham oleh Allah untuk mengetahuinya “Maka Dia mengilhamkan kepadanya jalan kejahatan dan ketakwaannya” (QS 91:8).

Apa risikonya kalau kita menyimpan harta – dalam bentuk apapun baik itu uang kertas, rumah, mobil, saham, maupun emas- secara berlebihan dan tidak menafkahkan di jalan Allah ?. Ancamannya adalah Azab yang pedih bagi penimbunnya. (QS 9:34-35).

Jadi menyimpan harta secukupnya untuk memenuhi kewajiban kita terhadap diri, keluarga dan keturunan adalah sesuatu yang boleh dan ada tuntunannya karena ini bagian dari ketahanan ekonomi umat – dalam AlQuran surat Yusuf tersebut diatas disebut Yukhsinun (Tukhsinun untuk orang kedua -menyimpan harta dalam konteks ketahanan ekonomi).

Sebaliknya menyimpan diluar yang dibutuhkan dan tidak menafkahkan di jalan Allah adalah perilaku menimbun yang amat sangat dilarang – di AlQuran disebut Yaknizun (menimbun harta dan tidak menafkahkan di jalan Allah).

Perbedaan antara Yukhsinun dan Yaknizun inilah yang kita harus tahu karena kita diilhami olehNya untuk mampu membedakannya. Wallahu A’lam.

Tulisan terkait:

Bukti Bahwa Uang Kertas Itu Memiskinkan Dunia

Konon ada kekuatan di dunia ini yang menghendaki mayoritas umat manusia itu harus miskin dan membiarkan segelintir orang saja yang bisa kaya, maka kekuatan itu telah berhasil mengimplementasikan strateginya dengan sangat baik dalam setengah abad terakhir. Strategi yang digunakan tersebut adalah – apa yang sangat digemari umumnya manusia, yaitu uang kertas ! berikut buktinya.


Untuk bisa memahami apakah manusia didunia tambah makmur atau tambah miskin, pertama kita harus menyepakati dahulu tolok ukurnya. Bila tolok ukurnya yang digunakan adalah uang kertas – yaitu yang digunakan di dunia saat ini, maka betul seolah telah terjadi lompatan kemakmuran di dunia.
GDP per capita masyarakat di dunia telah melonjak dari US$ 2,756 tahun 1950, menjadi US$ 11,071 tahun 2011 lalu. Ini rata-rata dunia, rata-rata Indonesia masih kurang dari 1/3 rata-rata dunia atau di kisaran US$ 3,250 tahun 2011. Fokus tulisan kali ini adalah masyarakat dunia karena untuk masyarakat Indonesia sudah ditulis dengan judul “Arti Kemamuran di System Dajjal”.

Masalahnya adalah ketika tahun 1950 rata-rata orang di dunia bisa membeli 581 ekor kambing dari pendapatan per tahunnya, kemudian tahun 2011 hanya mampu membeli kurang dari 1/10-nya yaitu hanya mampu membeli  52 ekor kambing dari pendapatan per tahunnya – apa bisa dikatakan mereka tambah makmur ? tentu tidak, malah yang sebaliknya yang terjadi – rata-rata mereka bertambah miskin !.

Penglihatan itu semakin jelas manakala kita sandingkan antara kacamata Dollar dengan kacamata Dinar – saya gunakan Dinar karena harga emas datanya tersedia selama dua abad terakhir, sedangkan harga kambing kurang lebih mengikuti harga emas ini selama lebih dari 1400-tahun.

Saya selalu ingin menyandingkan Dinar dengan kambing ini, supaya orang tidak berargumen bahwa telah terjadibubble yang tidak wajar di harga emas. 1 Dinar tetap hanya cukup untuk membeli seekor kambing besar, tidak cukup untuk membeli sapi atau unta. Dia juga tidak turun sehingga hanya cukup untuk membeli sate, membeli ayam atau telur – sebagaimana yang terjadi pada uang kertas.

Sekarang perhatikan pada grafik disamping yang menggambarkan bagaimana kinerja pendapatan penduduk dunia sejak tahun 1950. Saya tarik ke tahun 1950 supaya Anda bisa melihat – bahwa pasca Perang Dunia II sampai tahun 1970 memang terjadi peningkatan kemakmuran di dunia – baik dari kacamata Dollar maupun kacamata Dinar.

Tetapi mulai tahun 1971 ketika Amerika mulai mengingkari perjanjian yang dipimpinnya sendiri – perjanjian Breton Woods, dimana semua uang yang kertas seharusnya dikaitkan dengan emas tetapi mulai tahun 1971 uang kertas tidak lagi dikaitkan dengan emas – maka sejak saat itu pulalah kacamata dunia menjadi bias manakala melihat kemakmuran.

Dan siapa yang sengaja membiaskan penglihatan manusia di dunia ini ? bersyukurlah kita semua yang mendapatkan petunjuk langsung dari uswatun hasanah kita Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melalui sabdanya : “Maukah aku beritahukan kepada kalian suatu hal mengenai dajjal ? suatu yang belum pernah dikabarkan oleh seorang nabipun kepada kaumnya : Sesungguhnya dajjal itu buta sebelah matanya, ia datang dengan sesuatu seperti surga dan neraka. Yang dikatakannya surga berarti itu adalah neraka. Dan sungguh aku memperingatkannya atas kalian sebagaimana Nabi Nuh mengingatkannya atas kaumnya” (HR. Muslim)
Dan siapakah dajjal itu ?, dijawab pula melalui hadits beliau lainnya : “…bahwa ia (dajjal) itu adalah Yahudi…” (HR Muslim).

Dunia yang mengira bahwa selama ini telah teradi pertumbuhan ekonomi – karena diukur dalam US$, ternyata tidak mampu meningkatkan kemakmuran penduduknya kecuali terhadap sedikit orang yang memang dimungkinkan dalam system yang mereka buat.

Bila grafik sebelumnya memperlihatkan pendapatan per capita penduduknya, grafik disamping memperlihatkanGross World Product yang mencerminkan tingkat pertumbuhan ekonomi dunia, dunia mengira tumbuh padahal susut – lha memang itulah yang dikehendaki dajjal !.

Belajar dari sudut pandang ini, maka dibidang apapun, bukan hanya dari urusan ekonomi, tetapi juga dalam urusan pendidikan, budaya, politik, system hidup, peradaban dst – umat ini memang harus mengembangkan tolok ukurnya sendiri. Jangan terkecoh tolok ukur dajjal yang seolah mengajak penduduk dunia ke surga kemakmuran padalah sesungguhnya mereka telah menjerumuskan penduduk dunia ke neraka kemiskinan.

Kita diajari untuk berlindung dari dajjal, maka selain menghafal sepuluh ayat pertama surat Al-Kahfi – kita juga harus bisa memahaminya dan mengimplementasikannya dalam bentuk perlindungan dari segala system yang mereka paksakan di dunia ini. InsyaAllah kita bisa, insyaAllah !.




Tulisan terkait:

Investasi Emas : Koin Dinar, Emas Lantakan Atau Emas Perhiasan ?

Pertanyaan ini sering sekali sampai ke saya dalam berbagai kesempatan, Baik lewat email, kesempatan tanya jawab dalam ceramah atau bahkan banyak sekali pembeli Dinar sebelum mereka mulai membeli – mereka menanyakan dahulu masalah ini.

Ketiga-tiganya tentu memiliki kesamaan karena bahannya memang sama. Kesamaan tersebut terletak pada keunggulan investasi tiga bentuk emas ini yaitu semuanya memiliki nilai nyata (tangible), senilai benda fisiknya (intrinsic) dan dan nilai yang melekat/bawaan pada benda itu (innate). Ketiga keunggulan nilai ini tdak dimiliki oleh investasi bentuk lain seperti saham, surat berharga dan uang kertas.

Default value (nilai asal) dari investasi emas tinggi – kalau tidak ada campur tanganberbagai pihak dengan kepentingannya sendiri-sendiri otomatis nilai emas akan kembali ke nilai yang sesungguhnya – yang memang tinggi.

Sebaliknya default value (nilai) uang kertas, saham, surat berharga mendekati nol , karena kalau ada kegagalan dari pihak yang mengeluarkannya untuk menunaikan kewajibannya –uang kertas, saham dan surat berharga menjadi hanya senilai kayu bakar.

Nah sekarang sama-sama investasi emas, mana yang kita pilih ? Koin Emas, Emas Lantakan atau Perhiasan ? Disini saya berikan perbandingannya saja yang semoga objektif sehingga pembaca bisa memilih sendiri – Agar keputusan Anda tidak terpengaruh oleh pendapat saya – karena kalau pendapat saya tentu ke Dinar karena inilah yang saya masyarakatkan.

Kelebihan Dinar :

  1. Memiliki sifat unit account ; mudah dijumlahkan dan dibagi. Kalau kita punya 100 Dinar – hari ini mau kita pakai 5 Dinar maka tinggal dilepas yang 5 Dinar dan di simpan yang 95 Dinar.
  2. Sangat liquid untuk diperjual belikan karena kemudahan dibagi dan dijumlahkan di atas.
  3. Memiliki nilai da’wah tinggi karena sosialisasi Dinar akan mendorong sosialisasi syariat Islam itu sendiri. Nishab Zakat misalnya ditentukan dengan Dinar atau Dirham – umat akan sulit menghitung zakat dengan benar apabila tidak mengetahui Dinar dan Dirham ini.
  4. Nilai Jual kembali tinggi, mengikuti perkembangan harga emas internasional; hanya dengan dikurangkan biaya administrasi dan penjualan sekitar 4% dari harga pasar. Jadi kalau sepanjang tahun lalu Dinar mengalami kenaikan 31 %, maka setelah dipotong biaya 4 % tersebut hasil investasi kita masih sekitar 27%.
  5. Mudah diperjual belikan sesama pengguna karena tidak ada kendala model dan ukuran.

Kelemahan Dinar :

  1. Di Indonesia masih dianggap perhiasan, penjual terkena PPN 10% (Sesuai KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83/KMK.03/2002 bisa diperhitungkan secara netto antara pajak keluaran dan pajak masukan toko emas maka yang harus dibayar ‘toko emas’ penjual Dinar adalah 2%). 
  2. Ongkos cetak masih relatif tinggi yaitu berkisar antara 3% – 5 % dari nilai barang tergantung dari jumlah pesanan.

Kelebihan Emas Lantakan :

  1. Tidak terkena PPN 
  2. Apabila yang kita beli dalam unit 1 kiloan – tidak terkena biaya cetak.
  3. Nilai jual kembali tinggi.

Kelemahan Emas Lantakan :

  1. Tidak fleksibel; kalau kita simpan emas 1 kg, kemudian kita butuhkan 10 gram untuk keperluan tunai – tidak mudah untuk dipotong. Artinya harus dijual dahulu yang 1 kg, digunakan sebagian tunai – sebagian dibelikan lagi dalam unit yang lebih kecil – maka akan ada kehilangan biaya penjualan/adiminstrasi yang beberapa kali.
  2. Kalau yang kita simpan unit kecil seperti unit 1 gram, 5 gram, 10 gram – maka biaya cetaknya akan cukup tinggi.
  3. Tidak mudah diperjual belikan sesama pengguna karena adanya kendala ukuran. Pengguna yang butuh 100 gram, dia tidak akan tertarik membeli dari pengguna lain yang mempunyai kumpulan 10 gram-an. Pengguna yang akan menjual 100 gram tidak bisa menjual ke dua orang yang masing-masing butuh 50 gram dst.

Kelebihan Emas Perhiasan :

  1. Selain untuk investasi, dapat digunakan untuk keperluan lain – dipakai sebagai perhiasan.

Kelemahan Perhaiasn :

  1. Biaya produksi tinggi
  2. Terkena PPN
  3. Tidak mudah diperjual belikan sesama pengguna karena kendala model dan ukuran.

Dari perbandingan-perbandingan tersebut, kita bisa memilih sendiri bentuk investasi emas yang mana yang paling tepat untuk kita. Wallahu A’lam.

Arti Kemakmuran Di System Dajjal

Di awal Orde Baru tahun 1966, konon Indonesia berada di puncak keterpurukannya dengan pendapatan per kapita hanya US$ 200. Selama 32 tahun kemudian dengan tingkat pertumbuhan rata-rata di sekitar 5 % pendapatan per kapita itu tahun 1997 menjadi US$ 900. Lima belas tahun kemudian tahun 2012 sekarang ini pendapatan per kapita kita berada di kisaran US$ 3,250. Benarkah kita telah mengalami peningkatan kemakmuran yang luar biasa ?
Bila Dollar yang menjadi ukurannya sebagaimana dunia mengukur tingkat kemakmurannya, maka betul seolah kita telah mengalami lompatan kemakmuran yang luar biasa – lebih dari 16 kalinya selama 46 tahun ini. Atau kemakmuran penduduk negeri ini berlipat menjadi dua kalinya setiap 11.5 tahun – WOW !
Peningkatan kemakmuran yang luar biasa semacam ini memang terjadi di ekonomi kapitalisme, tetapi umumnya hanya berlaku pada sekelompok kecil masyarakat yang memiliki akses-akses sumber daya ekonomi seperti modal, pasar, ilmu pengetahuan, resources dlsb. Bagi sebagian besar penduduk yang memiliki keterbatasan akses, maka kemakmuran itu sulit menyertainya.
Pemerintah-pemerintah di dunia yang fokus pada pertumbuhan atau peningkatan GDP per capita dalam Dollar, akan tertipu dalam pencapaiannya – karena meskipun dalam Dollar peningkatan pendapatan itu nampak sangat significant – tetapi tidak dalam daya beli yang sesungguhnya, yang sebaliknyalah yang terjadi.
Saya coba konversikan pendapatan-pendapatan tersebut kedalam Dinar atau kambing – karena sepanjang jaman 1 Dinar setara dengan harga 1 ekor kambing yang baik, hasilnya nampak dalam grafik dibawah :

Tahun 1966 ketika pendapatan per kapita kita masih di angka US$ 200 , itu setara dengan 42 ekor kambing saat itu. Ketika pendapatan per kapita kita mencapai US$ 900 dalam 32 tahun kemudian tahun 1997, itu setara dengan 20 ekor kambing. Tahun ini, pendapatan per kapita kita meningkat menjadi di kisaran US$ 3,250 , tetapi ini hanya setara sekitar 14 ekor kambing kelas baik atau setara sekitar 14 Dinar saja !

Jadi kemakmuran yang dihitung dengan angka Dollar itu hanya semu semata karena tidak mencerminkan daya beli yang sesungguhnya. Tetapi mengapa seluruh dunia, orang menggunakan angka Dollar untuk melihat tingkat kemakmurannya ?
Pasti bukan kebetulan kalau uang satu Dollar itu bergambar mata satu seperti pada gambar dibawah:

Bukan kebetulan pula kalau umat ini diingatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hadits shahihnya untuk mewaspadai si mata satu ini sebagai berikut : “Maukah aku beritahukan kepada kalian suatu hal mengenai dajjal ? suatu yang belum pernah dikabarkan oleh seorang nabipun kepada kaumnya : Sesungguhnya dajjal itu buta sebelah matanya, ia datang dengan sesuatu seperti surga dan neraka. Yang dikatakannya surga berarti itu adalah neraka. Dan sungguh aku memperingatkannya atas kalian sebagaimana Nabi Nuh mengingatkannya atas kaumnya” (HR. Muslim)

Yang disampaikan oleh dunia bahwa kemakmuran itu telah menghampiri kita, karena daya beli kita sudah US$ 8.9 per hari – jauh dari standar kemiskinan dunia yang US$ 2/hari – itu seperti kabar surga tetapi sesungguhnya neraka sebagaimana diungkap dalam hadits tersebut diatas. Neraka karena daya beli riil kita terhadap kambing saja ternyata turun tinggal 1/3-nya (dari 42 ke 14) dari 1966 hingga 2012 ini.
Menariknya dalam hadits tersebut disebutkan bahwa peringatan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tentang dajjal ini  adalah seperti peringatan Nabi Nuh ‘Alaihi Salam terhadap kaumnya. Kita tahu bahwa kaum Nabi Nuh ‘Alaihi Salam yang tidak mengindahkan peringatan nabinya ditenggelamkan dalam banjir sampai musnah.
Demikian pula dengan peringatan tentang dajjal ini, bila kita tidak mengindahkan peringatan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam – kita harus mewaspadai konsekwensinya. Umat ini bisa ditenggelamkan dalam kemiskinan yang sangat yang membawa kemusnahan.
Bila daya beli terhadap kambing rata-rata penduduk ini turun tinggal 1/3-nya dalam 46 tahun terakhir, tidak takutkah kita dengan apa yang terjadi dalam setengah abad kedepan ketika daya beli umat ini tinggal sekitar 4.5 ekor kambing meskipun dalam Dollar kita akan nampak sangat makmur di atas US$ 50,000,- per kapita ?
Alhamdulillah kita dikarunia dua mata untuk melihat secara sempurna, tidak bias. Bahkan kita dikarunia mata hati untuk melihat apa yang tidak bisa dilihat dengan mata fisik kita. Saya sungguh berharap para pemegang otoritas negeri ini, para pemimpin, para pengambil keputusan, para pembuat undang-undang, para penegak hukum – semuanya juga menggunakannya.
Agar kita terbebas dari bias penglihatan, melihat neraka seolah surga atau sebaliknya melihat surga padahal neraka – sebagimana yang diungkapkan oleh hadits tersebut di atas. Agar kita dan anak cucu kita juga tidak musnah tenggelam – sebagaimana ditenggelamkannya umat nabi Nuh ‘Alaihi Salam yang tidak mengindahkan peringatan nabinya.
Bahkan petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam itu begitu ceto ke welo- welo (amat sangat jelas) tentang siapa dajjal itu : “…bahwa ia (dajjal) itu adalah Yahudi…” (HR Muslim). Dan kita kini tahu bahwa system Yahudi telah merasuki hampir keseluruhan aspek kehidupan kita, tentang pengelolaan uang/modal melalui berbagai bank dan lembaga keuangannya, tentang pasarnya, tentang eksploitasi sumber daya alamnya, tentang pemikirannya, budayanya, peradabannya dlsb. dlsb.
Lantas bagaimana kita bisa terlepas diri dari system dajjal yang bila kita tidak hiraukan akan menenggelamkan kita sebagimana umat nabi Nuh ‘Alaihi Salam ditenggelamkan oleh banjir ?. Lagi-lagi petunjuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam itu ceto ke welo-welo : “Siapa yang menghafal sepuluh ayat dari awal surat Al Kahfi, maka dia akan terpelihara dari kejahatan dajjal” (HR Muslim).
Petunjuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tersebut disampaikan kepada para sahabat beliau. Melalui sejarah kita tahu kebiasaan para sahabat, yaitu setiap menerima Al-Qur’an dari Nabi, 10 ayat demi 10 ayat dihafalkan dan diamalkan, kemudian 10 ayat berikutnya dst.
Artinya adalah untuk bisa benar-benar terbebas dari fitnah dajjal sebagaimana petunjuk dalam hadits tersebut, kita juga tidak boleh berhenti pada sekedar menghafalkannya. Kita harus bisa sampai pada tataran semaksimal mungkin memahami kemudian juga mengamalkannya.
Apa yang bisa kita pahami dan amalkan dari 10 ayat awal dari surat Al-Kahfi ini ?, di dalamnya terdapat kisah para pemuda yang berusaha mengikuti petunjuk yang lurus, menjaga aqidahnya, dan membentengi diri , masuk gua untuk bisa terlepas dari pengaruh yang sangat buruk dan kejahatan penguasa dunia saat itu.
Maka hanya dengan cara inilah generasi muda dari anak cucu kita harus kita siapkan untuk melepaskan diri dari system dajjal itu, kita harus mampu membangun benteng yang kuat agar system pendidikan kita, ekonomi kita, uang kita, pengelolaan sumber daya kita, pasar kita, ilmu pengetahuan kita dlsb. semuanya mampu untuk berlepas diri dari system-nya penguasa dunia saat ini yang begitu jelasnya – bahwa mereka adalah si mata satu sebagaimana mereka deklarasikan dalam satu (an) mata uang mereka !
Wa Allahu A’lam.

Pelajari Emas walau sampai Negeri Cina

Pada dasawarsa pertama kemerdekaan RI, negeri ini pernah memiliki cadangan emas sebesar 248 ton tetapi kemudian cadangan emas ini juga pernah nyaris habis tahun 1971 menjadi tinggal 1.8 ton saja. Ketika Oil Boom tahun 70-an sampai puncaknya 1981, negeri ini alhamdulillah berhasil kembali membangun cadangan emasnya sampai mencapai sekitar 96 ton.

Sayangnya selama seperempat abad kemudian tepatnya sampai 2006, cadangan emas ini tidak berhasil dinaikkan dan bahkan berkurang 24 %-nya pada akhir 2006 sehingga tinggal 73 ton saja. Bahkan di tahun 2012 kemarin kita malah menjual emas kita sebanyak 17 ton ke IMF.

Mengapa sampai bangsa ini tidak menganggap penting cadangan emas yang bisa menjadi instrumen untuk membangun ketahanan ekonomi (Yukhsinun) selama lebih dari seperempat abad terakhir ?. Dugaan saya sendiri adalah karena ekonomi kita adalah ekonomi ala IMF banget. Kita tahu dalam system IMF, bahkan mereka melarang negara-negara anggotanya menggunakan emas sebagai rujukan mata uangnya (Article IV, Section 2. B).

Akibat pelarangan ini sampai-sampainya otoritas pasar modal kita beberapa tahun lalu ketika ingin mempromosikan dagangannya menggunakan iklan yang memojokkan emas. Dalam iklan tersebut investasi emas digambarkan sebagai investasinya ibu-ibu yang suka pamer, yang lagi meringis menunjukkan gigi emasnya sambil mengangkat tangannya yang dipenuhi gelang emas.

Inilah gambaran betapa kita ter-makan oleh propaganda anti emas yang di stimulir oleh IMF melalui salah satu pasal di articles of agreement tersebut.

Negara-negara yang tidak termakan propaganda oleh IMF ini melakukan hal yang exactly sebaliknya. Kita bisa belajar dari China misalnya untuk yang terakhir ini.

Ketika kita mengurangi cadangan emas kita sampai 24%-nya;  China berhasil meningkatkan cadangan emasnya dari 600-an ton tahun 2003, sampai mencapai 1,054 ton akhir tahun lalu.

Ketika institusi resmi pasar modal kita membuat iklan yang  memojokkan orang-orang yang berinvestasi pada emas, pemerintah China bahkan mendorong rakyatnya agar rame-rame membeli emas melalui kampanye besar-besaran yang disiarkan oleh China Central Television. Lebih jauh lagi pemerintah China juga mendirikan Shanghai Gold Exchange untuk mempermudah rakyatnya dalam berinvestasi emas.

Mengapa China melakukan hal yang berlawanan dengan resep umum IMF ini ?, dugaan saya lagi karena China tahu bahwa sesungguhnya emas itulah instrumen yang paling efektif dalam mengamankan kekayaan negeri itu beserta kekayaan rakyatnya.

Diantara negara-negara yang paling drastis penurunan cadangan emasnya, mayoritasnya justru negara yang penduduk mayoritasnya muslim seperti Indonesia. Bangladesh contohnya saat ini tinggal memiliki cadangan emas sebesar 3.5 ton saja; Iraq tinggal 5.9 ton; dan negeri jiran kita kini hanya memiliki 36.4 ton padahal sebelum krisis 1997/1998 mereka memiliki cadangan emas sekitar dua kali  dari yang dimilikinya sekarang.

Mungkin Anda bertanya, lho kan memang menimbun emas adalah sesuatu yang sangat dilarang dalam Islam ?. Betul, menimbun emas dan perak dan tidak dinafkahkan di jalan Allah diancam dengan siksa yang sangat pedih. Tetapi disisi lain, emas dan perak juga dijadikan hakim/timbangan yang adil dalam bermuamalah. Bahkan batas kewajiban orang kaya dengan hak orang miskin juga ditentukan dengan emas ini yaitu dalam bentuk nishab zakat yang 20 Dinar.

Artinya membangun cadangan emas baik oleh negara maupun rakyat, tidak harus identik dengan menimbun. Ketika kita berhasil menjadikan emas atau Dinar kita sebagai hakim yang adil dalam menggerakkan ekonomi; maka disitulah ketahanan ekonomi umat dan bangsa ini insyallah akan terbangun.

Misi untuk menjadikan emas/Dinar sebagai penggerak sector riil seperti yang pernah saya tulis dalam tulisan tanggal 25 November 2009 lalu misalnya, adalah salah satu upaya kecil yang bisa kita lakukan untuk membangun ketahanan ekonomi agar kita tidak mudah terjajah – dan pada saat bersamaan kita juga terlibat langsung dalam mempercepat putaran ekonomi.

Enam bulan sejak tulisan tersebut kita luncurkan, kini produk-produk solusi pembiayaan berbasis emas/Dinar benar-benar telah dapat ditangani dengan baik oleh GeraiDinar beserta mitra-mitranya. Semoga Allah selalu menunjuki kita jalanNya. Amin.

Tulisan terkait:

Inflasi yang Terus Menerus…

Semasa kecil di kampung, saya biasa mengisi kulah (bak tempat penampungan air) dengan cara menimba air dari sumur. Alat timba di jaman itu berupa bambu panjang yang diujungnya diikatkan ember dari seng.  Karena usia ember seng yang tua dimakan karat – maka emberpun tidak lagi utuh – jadi ada kebocoran disana-sini.  Setiap kali ember saya masukkan ke-kedalaman sumur dan terisi air penuh, segera saya tarik keatas ember tersebut – dan menuangkan airnya secepat mungkin ke kulah. Bila mengangkat embernya kurang cepat, maka air akan habis di perjalanan dari dasar sumur ke permukaan kulah karena kebocoran tersebut. Tentu bekerja semacam ini sangat melelahkan dan tidak efisien karena begitu banyak air yang tidak sampai ke kulah.

Tanpa kita sadari, sesungguhnya rata-rata kita juga bekerja seperti menimba air dengan ember bocor tersebut. Begitu keras kita bekerja, sebagian hasilnya kita tabung untuk hari tua, untuk membayar dana pensiun, membayar asuransi pendidikan, kesehatan dlsb. tetapi ternyata begitu banyak pula yang ‘terbuang’ dalam perjalanannya karena faktor inflasi.

Ironinya yang menguras ‘kulah’ tabungan hari tua kita ini bukan hanya inflasi yang terjadi terhadap Rupiah, tetapi juga inflasi mata uang negara lain yang seharusnya tidak ada hubungannya dengan kerja keras kita – yaitu US$. Karena pengalaman buruk dengan Rupiah tahun 1997/1998, sebagian orang yang punya uang mengalihkan simpanannya dalam US$ – bentuknya bisa berupa tabungan, deposito, asuransi dlsb.

Tanpa disadari ternyata yang lari ke US$ tersebut seperti terhindar dari mulut harimau masuk mulut buaya – karena pada tahun-tahun belakangan inflasi US$ ternyata lebih buruk dibandingkan dengan inflasi Rupiah. Lebih buruknya inflasi US$ dibandingkan Rupiah ini hanya akan disadari mana kala keduanya di ‘timbang’ dengan timbangan yang baku yaitu emas atau Dinar. Bila Anda sempat mengunjungi situs kami yang lain www.emas24.com misalnya, per hari ini harga emas dalam Rupiah selama setahun terakhir hanya mengalami kenaikan sekitar 20% ; namun kalau Anda lihat situsnya www.kitco.com Anda akan melihat kenaikan harga emas dunia dalam US$ setahun terakhir telah mendekati 23 %.

Bagi Anda yang sama sekali tidak menggunakan US$ – mungkin Anda berpikir bahwa Anda terbebas dari inflasi US$ ini ?. Ternyata tidak juga, karena sebagai bangsa – salah satu kekuatan ekonomi negeri ini terletak pada cadangan devisa-nya.  Masalahnya adalah ‘kulah’ yang  berupa cadangan devisa negeri ini  dicatatnya juga dalam bentuk US$.

Maka mari kita lihat apa yang terjadi dengan ‘kulah’ cadangan devisa kita ini selama dua tahun terakhir. Negeri ini telah bekerja keras memproduksi barang dan jasa yang sebagiannya untuk ekspor, hasilnya ditampung dalam suatu tempat dan dihitung dengan US$. Di atas kertas isi ‘kulah’ kita ini memang terus bertambah, bila dua tahun lalu isinya dikisaran US$ 51 Milyar – kini isinya mendekati US$ 93 milyar. Kita bangga karena berhasil meningkatkan cadangan devisa sekitar 62 % selama dua tahun terakhir – lihat garis hijau pada grafik dibawah.

?

Cadangan Devisa RI 2008-2010

Tetapi sayangnya, entah kita sadari atau tidak, bila timbangan yang kita gunakan bukan US$ yang nilainya terus menyusut karena berbagai ulah penguasa moneter negeri itu, tetapi kita gunakan timbangan yang baku sepajang zaman – yaitu emas , maka ternyata isi ‘kulah’ kita tersebut tidak bertambah sejak dua tahun lalu – bahkan turun 2 % selama dua tahun – lihat garis kuning pada grafik diatas.

Apa maknanya ini ?, ternyata bukan hanya kita pribadi yang bekerja dengan ember bocor, tetapi bangsa ini juga demikian. Kita mengira bertambah kaya dengan cadangan devisa, tetapi bila cadangan devisa tersebut kita nilai dengan benda riil baik itu berupa emas, minyak, bahan pangan atau benda riil lainnya – ternyata kekayaan kita tidak bertambah. Inflasi US$ telah membawa kita terbuai dalam ilusi – seolah kita tambah kaya – padahal kenyataannya cenderung sebaliknya.

Lantas maukah kita tetap terus mengisi kulah dengan ember bocor tersebut ?, ya setelah sadar mestinya tidak lagi. Kita ganti ember tersebut dengan ember yang baru, tidak lagi bocor sehingga berapa-pun air yang terbawa di dalamnya akan terbawa penuh sampai ke kulah. Ember baru ini tidak harus emas atau Dinar, bisa saja berupa minyak, gas, jagung, beras ataupun berbagai benda riil lainnya. Agar pekerjaan kita tidak sia-sia – maka  kita perlu segera mengganti ember ini dengan yang baru, mengapa ?.

Seperti juga ember dari seng tua yang mulai lapuk oleh karat, ‘kebocoran’ berupa inflasi US$ ini kedepannya nampaknya tidak akan sembuh sendiri – bahkan nampaknya akan semakin membesar. Perhatikan grafik dibawah yang saya peroleh dari Free Gold Money Report.

US Debt Increase

Sejak krisi financial dua tahun lalu, pendapatan Amerika dari pajak dan lain sebagainya (garis biru) semakin turun sementara pengeluarannya semakin jauh melebihi pendapatan ( garis merah). Lantas dari mana mereka nomboki pengeluaran yang tidak bisa dicukupi oleh pemasukan ini ?, ya dari hutang  lah – maka dapat dilihat hutang mereka (jari-jari hijau) yang semakin lama semakin membubung tinggi – saat ini angkanya sudah mendekati US$ 14 trilyun.

Terus dari mana mereka akan membayar hutang yang semakin membengkak tersebut nantinya – sementara saving masyarakatnya terbukti selama bertahun-tahun tidak cukup untuk menutupnya ? ya apa lagi kalau bukan mencetak uang dari awang-awang. Itulah sebabnya mereka terus mengusung program Quantitative Easing 1, 2 dan entah sampai berapa nanti sampai suatu saat dunia tidak lagi mempercayai hutang-hutangnya.
Jadi bocornya ember karatan US Dollar sejauh yang bisa dilihat dari data yang ada nampaknya akan terus membesar, maka alangkah sia-sia-nya kalau kita masih terus mau mengisi ‘kulah’ kita dengan ember tua karatan lagi bocor tersebut. Wa Allahu A’lam…

Tulisan terkait: